shelifestyle.id – Pelaku usaha sound horeg di Jawa Timur memberikan reaksi atas fatwa haram yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait praktik tersebut. Mereka meminta agar penerapan fatwa tersebut tidak dilakukan secara seragam bagi seluruh pelaku usaha.
David Stefan, Ketua Paguyuban Sound Malang Bersatu, menegaskan bahwa pelaku usaha hanya memenuhi permintaan masyarakat dan berharap agar pelaku yang melakukan kesalahan dapat dibina, bukan dihapuskan.
Respon Pelaku Usaha terhadap Fatwa Haram
David Stefan, yang juga merupakan Pemilik Blizzard Audio, mengemukakan pentingnya memberi kesempatan kepada pelaku usaha untuk memperbaiki praktik mereka. “Jangan dipukul rata. Yang salah, ya dibina, bukan langsung dihentikan (diharamkan) semua,” ujar David.
Ia menjelaskan bahwa sebelum fatwa dikeluarkan, MUI telah melakukan dialog dengan para pelaku usaha. Namun di lapangan, mereka merasa hanya memenuhi permintaan masyarakat untuk menyediakan layanan sound horeg, sehingga mereka bukanlah penyelenggara acara secara langsung.
Meskipun fatwa dari MUI ada, David meyakini bahwa industri sound horeg juga melahirkan banyak kegiatan positif. Aktivitas sosial, seperti santunan untuk anak yatim, pembangunan masjid, serta pemberdayaan UMKM, menjadi salah satu contoh konkret dampak positif ini.
Menghadapi Kritik dan Isu Kebisingan
David menjelaskan bahwa tidak semua praktik sound horeg membawa dampak negatif. Banyak di antaranya telah mempertimbangkan adanya kesepakatan lokal antara pelaku usaha dan masyarakat terkait penggunaan sound horeg, seperti yang diatur dalam MOU.
Dalam beberapa daerah, terdapat kesepakatan yang telah diadakan sebagai langkah mitigasi untuk menghadapi masalah gangguan suara keras terhadap warga, terutama yang berisiko bagi anak kecil.
Ia juga mengaku bahwa ada beberapa elemen yang perlu evaluasi lebih lanjut. Sebagai contoh, penampilan penari dengan pakaian terbuka yang menjadi salah satu fokus perhatian untuk mengubah praktik saat ini.
Fatwa MUI dan Dasar Pertimbangannya
MUI Jawa Timur menjelaskan dalam fatwanya bahwa penggunaan sound horeg dapat mengganggu kesehatan jika dilakukan secara berlebihan. Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jawa Timur, Sholihin Hasan, menegaskan bahwa suara di atas 85 desibel berpotensi membahayakan kesehatan.
Fatwa ini dikeluarkan setelah MUI menerima surat dari masyarakat yang meminta klarifikasi mengenai fenomena sound horeg, ditandatangani oleh 828 orang. Selain itu, forum dialog juga telah dilakukan bersama pelaku usaha sound horeg dan dokter spesialis THT.
Sholihin menambahkan bahwa MUI masih mengizinkan penggunaan sound horeg untuk kegiatan yang positif, seperti resepsi pernikahan dan pengajian, dengan ketentuan tidak melanggar norma yang berlaku.