Guru Besar Kedokteran Indonesia Suarakan Ketidakpercayaan terhadap Menteri Kesehatan

Guru Besar Kedokteran Indonesia Suarakan Ketidakpercayaan terhadap Menteri Kesehatan

shelifestyle.id – Sebanyak 372 guru besar dari 23 universitas kedokteran di Indonesia menyatakan ketidakpercayaan terhadap Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Mereka menilai kepemimpinan Budi telah menurunkan mutu pendidikan kedokteran dan kesehatan di tanah air.

Deklarasi ini dibacakan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada 12 Juni 2025, yang menyoroti sejumlah kebijakan kontroversial yang dinilai merugikan proses pendidikan kedokteran.

Penyebab Ketidakpercayaan

Para guru besar mengidentifikasi enam kebijakan utama yang menjadi sumber ketidakpuasan mereka. Salah satu yang paling ditentang adalah penyelenggaraan pendidikan dokter di luar sistem universitas, yang dinilai bakal mengaburkan kualitas pendidikan.

Mereka juga keberatan dengan pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan serta pemindahan kolegium di bawah Kementerian Kesehatan. Kebijakan lain yang menuai penolakan adalah pelatihan dokter umum untuk melakukan operasi caesar di daerah terpencil.

Selain itu, pemindahan dokter juga dianggap menghilangkan sentimen almamaterisme. Keluhan mereka bertambah dengan pembingkaian negatif terhadap masalah perundungan di kalangan dokter, yang belum mendapatkan solusi yang memadai dari kementerian.

Kekhawatiran yang Dirasakan

Sejak 16 Mei 2025, ketika 158 guru besar pertama kali menyuarakan kekhawatiran mereka, para akademisi ini telah mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto. Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan dari Menteri Kesehatan terkait surat tersebut.

Dr. Teddy Prasetyono, seorang dokter spesialis, menyatakan, “Dalam perjalanannya, kami belum melihat adanya perubahan. Jadi kami menyampaikan bahwa sulit bagi kami untuk memberikan kepercayaan kami dalam kemajuan pembangunan dunia kesehatan negeri ini.”

Sulistyowati Irianto, guru besar antropologi hukum Universitas Indonesia, menambahkan bahwa intervensi Menteri Kesehatan dalam sistem pendidikan kedokteran dapat mengancam otonomi pendidikan tinggi dan kebebasan akademis. “Segala kebijakan yang sudah dikeluarkan mungkin punya aspek legalitas, tetapi kehilangan legitimasi sosial karena kami tidak mempercayainya lagi,” ujarnya.

BACA JUGA:  Fenomena Microdating: Tren Berkencan Tanpa Komitmen di Era Digital

Langkah Selanjutnya

Para guru besar tidak menutup kemungkinan untuk mengeluarkan deklarasi lebih lanjut jika pemerintah tidak segera melakukan perbaikan. Mereka merasa wajib memperjuangkan kualitas pendidikan kedokteran demi masa depan kesehatan Indonesia.

Keresahan yang disampaikan ini mencerminkan potret ketidakpuasan yang mendalam terhadap kepemimpinan Budi Gunadi, terutama di kalangan pusat pendidikan kedokteran. Komunikasi antara Menteri Kesehatan dan para akademisi sangat penting untuk menjawab berbagai kritik yang ada.

Melalui dialog yang konstruktif, diharapkan bisa merumuskan langkah ke depan yang lebih baik bagi sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *