shelifestyle.id – Nissan Motor Co., pabrikan otomotif asal Jepang, kini menghadapi tantangan serius dengan kondisi keuangan yang semakin memburuk. Dengan rencana penutupan pabrik dan pemangkasan ribuan tenaga kerja, perusahaan ini berupaya untuk bangkit dari keterpurukan.
Selama tahun fiskal lalu, Nissan melaporkan kerugian bersih sebesar US$4,5 miliar dan diprediksi akan mengalami kerugian lebih lanjut sebesar 200 miliar yen pada kuartal pertama. Dalam situasi mendesak ini, rencana restrukturisasi yang dikenal dengan nama ‘Re:Nissan’ menjadi harapan utama perusahaan.
Krisis Keuangan yang Dihadapi Nissan
Nissan Motor Co. mengalami krisis keuangan menjelang rapat umum pemegang saham mendatang. Saham perusahaan ini telah anjlok sekitar 36% dalam setahun terakhir, dan pembayaran dividen terpaksa ditangguhkan.
Penurunan penjualan kendaraan global, termasuk di pasar penting seperti China dan Indonesia, semakin memperburuk kondisi Nissan. Hal ini membuat rencana restrukturisasi ‘Re:Nissan’ diharapkan dapat memberikan solusi untuk mengatasi tantangan yang ada.
Rencana Restrukturisasi ‘Re:Nissan’
Rencana ‘Re:Nissan’ mencakup penutupan tujuh lokasi produksi di berbagai negara, termasuk Jepang dan Meksiko. Perusahaan ini juga berencana untuk memangkas antara 11.000 hingga 20.000 pekerjaan sebagai upaya untuk mengurangi biaya operasional.
Di samping itu, Nissan berencana untuk menjual kantor pusat globalnya untuk meningkatkan efisiensi. Langkah-langkah ini diambil sesuai dengan tuntutan para pemegang saham agar manajemen lebih akuntabel dalam mengatasi penurunan penjualan.
Tanggapan terhadap Rencana Pemulihan
Analis otomotif Kenji Tanaka mencatat bahwa meskipun rencana ‘Re:Nissan’ terlihat menjanjikan, keberhasilan implementasinya akan menjadi faktor kunci. Menurutnya, Nissan harus membuktikan hasil nyata dengan cepat untuk merebut kembali kepercayaan pasar.
Serikat pekerja dan pemerintah daerah juga menyatakan kekhawatiran tentang rencana penutupan pabrik dan PHK yang diusulkan. Mereka memahami situasi sulit yang dihadapi Nissan, tetapi merasa berat untuk mendukung langkah drastis tersebut.